BAB
1. PENDAHULUAN
Budidaya tanaman kopi
sangat erat kaitannya dengan lahan yang berada di dataran tinggi dan perlu
kegiatan pembersihan lahan sebelum melakukan penanaman tanaman kopi. Namun kini
tanaman kopi juga bisa ditanam dilahan yang berada di dataran rendah dengan
menerapkan inovasi pada lahan tanam yaitu dengan memberikan naungan supaya
tanaman kopi tidak terlalu banyak mendapatkan masukan sinar matahari, karena dapat
diketahui sendiri tanaman ini hidup di daerah ketinggian yang biasanya
mempunyai cuaca atau suhu yang relative dingin. Salah satu inovasi untuk
penanaman tanaman kopi yang berada pada lahan dataran rendah yaitu dengan
memberikan tanaman naungan pada sela-sela tanaman kopi, untuk memberi tanaman
naungan tentunya kita juga harus memperhatikan jarak tanamnya dengan tanaman
kopi supaya tidak terjadi persaingan dalam mendapatkan unsur hara antara
tanaman kopi dan tanaman naungan. Salah satu tanaman naungan yang biasa dipakai
oleh para petani yang menanam tanaman kopi yaitu tanaman gliriside. Selain bisa
dimanfaatkan untuk tanaman naungan, tanaman ini juga bisa dimanfaatkan untuk
pakan ternak.
Tahap untuk penanaman
kopi yaitu pertama memilih lahan yang akan ditanami kopi, setelah lahan dipilih
maka selanjutnya dilakukan pembukaan lahan dan persiapan lahan dengan cara
melakukan pembersihan lahan. Pembersihan dapat dilakukan dengan membersihkan
semak belukar dan kayu-kayu kecil serta melakukan penebangan pohon yang tidak
dibituhkan sebagai naungan pada tanaman kopi. Pembersihan lahan dapat dilakukan
dengan menggunakan alat seperti sabit untuk membersihkan semak belukar dan
menggunakan alat berat seperti alat untuk menebang pohon. Pembersihan areal
lahan juga sering di akhiri dengan tahap pengolahan tanah. pengolahan tanah
umumnya dilakukan dengan cara mekanis khususnya pada areal yang dibuka untuk
penanaman kopi yang cukup luas.
Pada kegiatan
pembersihan areal lahan juga perlu dilakukan pembuatan jalan setapak dan
saluran drainase supaya air pada saat musim hujan tidak lepas begitu saja dan
dapatmasuk kedalam tanah. Tanaman kopi dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah,
asalkan persyaratan fisik dan kimia tanah yang berperan pada pertumbuhan dan
produksi tanaman kopi bisa terpenuhi. Kemasaman tanah (pH), kadar zat organik,
unsur hara, kapasitas adsorbsi dan kejenuhan basa merupakan sifat kimia yang
perlu diperhatikan, sedangkan faktor fisiknya adalam kedalaman efektif, tinggi
permukaan air tanah, drainase, struktur dan konsistensi tanah. Selain itu
kemiringan lahan juga merupakan sifat fisik yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan dari tanaman kopi.
Pembuatan lubang tanam
dapat dipandang sebagai salah satu bentuk pengolahan tanah dalam skala kecil
dan dianggap sebagai salah satu upaya minimumtillage. Pembuatan lubang tanam
bertujuan untuk menyediakan lingkungan perakaran yang optimal bagi bibit kopi
baik secara fisik, kimia dan biologi. Tanah yang berada dilapangan sering
terlalu mampat bagi perakaran bibit kopi untuk berkembang dengan baik setelah
dipindahkan dari tanah gembur di dalam polibag. Oleh karena itu kondisi yang
relative sama dengan pembibitan perlu disiapkan dilapangan dengan cara mengolah
tanah seminimal mungkin atau dengan cara membuat lubang tanam bagi bibit kopi.
Dengan pembuatan lubang tanam ini maka diharapkan dapat mendukung tanaman dalam
beradaptasi dengan baik pada awal pertumbuhannya dilapang. Ukuran lubang tanam
yang sering diterapkan di lapang sekitar 60 x 60 x 60 cm. untuk pembuatan lubang
tanam sendiri dibuat 3 – 6 bulan sebelum melakukan penanaman dengan cara
membiarkan tanah galian teronggok disekitar lubang 2 – 3 bulan.
BAB
2. TINJAUAN PUSTAKA
Kopi merupakan komoditi
penting dalam konstelasi perkebunan, disamping itu permintaan konsumsi kopi
dunia semakin hari semakin meningkat. Saat ini, produksi kopi Indonesia telah
mencapai 600 ribu ton pertahun dan lebih dari 80 persen berasal dari perkebunan
rakyat. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat pada periode berikutnya
mengingat pangsa pasar ekspor dan kebutuhan konsumsi yang tinggi terhadap kopi.
Kegiatan konsumsi akan mempunyai dampak ekologis (ecological footprint) yang tinggi sebagai akibat gaya hidup
manusia yang pada ujungnya bertumpu pada kemampuan sumber daya alam untuk
menyediakan kecukupan pemenuhan bahan baku tersebut (Arief, 2011).
Pada umumnya, alih guna
lahan dari hutan menjadi kebun kopi maupun sistem pertanian lainnya akan
menyebabkan perubahan kondisi lingkungan di sekitarnya terutama fungsi hidrologi,
kesuburan tanah, cadangan karbon dan keragaman hayati. Pengelolaan lahan dengan
menanam berbagai jenis pohon sebagai penaung tanaman kopi (agroforestri
berbasis kopi) telah banyak dilaporkan dapat membantu mempertahankan fungsi
lingkungan. Selain itu, kondisi pada agroforestri berbasis kopi dengan pohon penaung
yang lebih beragam hingga menyerupai hutan, mempunyai stabilitas ekosistem yang
lebih tinggi sehingga potensi terjadinya ledakan hama berkurang (Schroth dalam
Rahayu, 2006).
Pertanaman kopi di
Lampung pada umumnya bersistem monokultur. Pola tanam kopi monokultur ini
memiliki beberapa kelemahan antara lain lebih rentan terhadap gangguan OPT,
memiliki masukan seresah yang rendah, kanopi terbuka, dan kondisi iklim mikronya
yang kering yang tidak cocok bagi aktivitas musuh alami hama tanaman. Untuk memperbaiki
ekosistem tersebut dilakukan penanaman kopi bernaungan atau sistem
agroforestri. Penerapan sistem agroforestri pada tanaman kopi yang dicirikan
oleh banyaknya pohon penaung memberi beberapa manfaat. Sistem ini dapat
meningkatkan keragaman hayati, mengkonservasi kesuburan tanah, dan meningkatkan
kesehatan tanaman. Sistem agroforestri memiliki kemiripan dengan hutan yaitu ekosistemnya
yang stabil sehingga mampu menghambat perkembangan OPT pada tanaman kopi
(Staver dalam Maharani, 2013).
Selain menanam pohon
kayu-kayuan yang sekaligus berperan sebagai pohon pelindung kopi, penerapan teknologi
konservasi diperlukan untuk mengelola usahatani kopi di kawasan hutan yang
umumnya daerahnya berbukit, curam, dan terjal yaitu dengan menerapkan konservasi
tanah dan air, konservasi biotik, serta pengurangan risiko usaha dengan
diversifikasi. Namun penerapan konservasi tanah petani kopi masih rendah. Penerapan
konservasi tanah usahatani kopi di kawasan hutan Lampung Barat adalah 50,13
persen dan untuk luar kawasan hutan 53,81 persen (Jamhari, 2011).
Tanaman kopi (Coffea sp.) merupakan tanaman tropis
yang banyak diperdagangkan di dunia. Diperdagangan dunia dikenal dua macam
kopi, yaitu kopi Arabica dan Robusta. Di Indonesia kopi Robusta paling banyak
yaitu mencapai 87,1 % dari total produksi kopi Indonesia. Sebagian besar hasil
produksikopi masuk dalam perdagangan ekspor, dengan negara tujuan Amerika
Serikat, Jerman, dan Singapura. Di
Indonesia kopi diperdagangkan dalam bentuk kopi biji, kopi sangrai, kopi bubuk,
kopi instan, dan bahan makanan lain yang mengandung kopi. Produk kopi herbal
merupakan salah satu diversifikasi produk olahan kopi yang ada di pasaran
(Rohmah, 2010).
Di Jawa tanaman ini
tumbuh optimal sekitar ketinggian 300-700 m, sedang di tanah asalnya sampai
ketinggian 1200 m dari permukaan laut. Temperatur yang dikehendaki untuk jenis
ini ialah sekitar 21-24°C. tanaman kopi pada umumnya tumbuh optimal di daerah
dengan curah hujan 2.000-3.000 mm/th. Tanaman kopi menghendaki penyinaran
dibawah 80% agar dapat tumbuh dengan baik. Kemiringan tanah yang dapat ditanami
kopi harus kurang dari 45% dengan kedalaman tanah efektif lebih dari 100% (Tom
Karya Tani Mandiri, 2005).
Untuk mengatasi rendahnya mutu kopi di Indonesia,
maka perlu ditempuh langkah-langkah sebagai berikut :
1.
Mengembangkan varietas kopi unggul pada
lahan-lahan yang sesuai.
2.
Mengganti tanaman yang sudah tidak
produktif lagi dengan tanaman muda varietas unggul yang dianjurkan.
3.
Menerapkan teknik budidaya yang benar,
baik mengenai sistem penanaman, pemangkasan, pemupukan, pengendalian hama dan
penyakit, maupun pengaturan air.
4.
Menerapkan sistem pemanenan dan
pengolahan yang benar, baik cara pemetikan, pengolahan, pengeringan maupun
sortasi (Ferlianto, 2006).
Kopi merupakan salah
satu komoditas ekspor yang potensial bagi Indonesia. Perkebunan kopi di
Indonesia sebagian besar diusahakan oleh rakyat. Umumnya jenis kopi yang
ditanam adalah Robusta. Dalam hal produksi, Indonesia menempati urutan ke tiga
dunia setelah Brazil dan Vietnam untuk kopi jenis Robusta dengan jumlah
produksi 5,82 juta karung pada tahun 2007 dan meningkat menjadi 6,01 juta
karung pada tahun 2008. Di Kabupaten Jember, sebaran luasan areal kopi rakyat
mencapai 5.524,01 ha yang tersebar di 8 kecamatan (Choiron, 2010).
Sudah beberapa abad
lamanya kopi menjadi bahan perdagangan karena kopi dapat diolah menjadi minuman
yang lezat rasanya. Karena kopi menjadi bahan perdagangan, maka perkebunan kopi
mendapatkan kepercayaan dan tugas berat dari pemerintah untuk menghasilkan kopi
sebgai bahan ekspor. Sebab dari berbagai penjuru dunia banyak orang yang suka
minum kopi tetapi negaranya tidak menghasilkan, sehingga negara tersebut harus
membeli dari negara lain. Perluasan perkebunan kopi yang ada di Indonesia tidak
hanya terbatas pada perusahaan perkebunan saja, akan tetapi justru perkebunan
rakyatlah yang semakin meluas. Pada tahun 1974-1975 luas kopi rakyat meliputi ±
90% dari seluruh areal tanaman kopi di negeri kita. Daerah-daerah yang
rakyatnya banyak menanam kopi adalah aceh, Sumatra selatan/lampung, bali dan
Sulawesi selatan. Sedangkan yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan besar
adalah jawa timur dan jawa tengah. Di kedua daerah tersebut mencapai ± 97%.
Dengan demikian yang menghasilkan bahan ekspor bukan hanya perkebunan saja, melainkan
tanaman rakyat pun bisa menghasilkan bahan ekspor (Aak, 1988).
Pembuatan lubang tanam dengan ukuran sekitar panjang
30 cm, lebar 30 cm dan kedalaman juga 30 cm, dapat memberikan pertumbuhan yang
baik bagi perakaran kopi. Jarak tanam antar tanaman kopi adalah 2 hingga 3
meter, dan sebaiknya untuk lahan dengan kondisi terjal atau dengan derajat
kemiringan diatas 100 sebaiknya dibuatkan teras-teras ditambah dengan pohon
naungan atau pelindung, untuk mencegah longsor yang dapat mengakibatkan
kerusakan tanaman kopi. Untuk memberikan kondisi lahan yang optimal lubang
tanam sebaiknya dibiarkan selama beberapa hari dan kemudian diberikan pupuk
kompos, hal ini selain untuk menghilangkan faktor penyakit serta adanya
kemungkinan unsur berbahaya juga menambah kesuburan pada lahan. Selain itu
untuk mencegah serangan jamur pada tiap lubang tanam dapat juga diberikan 1
sendok makan belerang halus, atau jamur Thricoderma (Suwarto, 2011).
BAB 4. HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1 Hasil
-
4.2 Pembahasan
Secara
ekonomis pertumbuhan dan produksi tanaman kopi sangat tergantung pada keadaan
iklim dan tanah. kebutuhan pokok lainnya yang tidak dapat diabaikan adalah
mencari bibit unggul yang produksinya tinggi dan tahan terhadap hama penyakit.
Setelah persyaratan tersebut terpenuhi, maka suatu hal yang juga penting adalah
pemeliharaan seperti pemupukan, pemangkasan, pohon peneduh dan pemberantasan
hama penyakit. Di Indonesia tanaman kopi sendiri umumnya dapat tumbuh baik pada
ketinggian tempat 700 mdpl. Namun dengan introduksi klon-klon baru dari luar
negeri, beberapa diantaranya dapat ditanam pada ketinggian 500 m dpl. Jenis
kopi arabika tumbuh baik dengan citarasa bermutu pada ketinggian di atas 1000 m
dpl.
Penanaman
kopi arabika pada dataran rendah, produktivitasnya rendah dan rentan penyakit
karat daun (Hemileia vastatrix).
Selain itu persyaratan iklim lain yang harus dipenuhi adalah jumlah curah hujan
1.500 - 2.500 mm/th, bulan kering 1‐3
bulan, dan suhu udara rata‐rata 17‐21 0C untuk kopi arabika. Sedangkan kopi
Robusta juga memerlukan kisaran curah hujan 1.500- 2.500 mm/th, bulan kering 1‐3 bulan, dan suhu udara rata‐rata 21‐24
0C. Tanaman kopi menghendaki tanah dengan solum dalam, gembur,
subur, kandungan bahan organik tinggi, dan berdrainase baik. Tanaman kopi juga
bisa berkembang pada tanah yang agak asam (pH 5,5 ‐ 6,5).
Penetapan
pola tanam dianjurkan untuk mendapatkan areal tanaman kopi yang baik. Sehingga
dengan adanya penetapan pola tanam ini akan mempermudah dalam menentukan jarak
tanam antar tanaman penaung atau pohon pelindung dan tanaman kopi itu sendiri.
Pohon pelindung ada dua jenis yaitu pohon pelindung sementara dan pohon
pelindung tetap. Pohon pelindung sementara bermanfaat untuk tanaman yang masih
belum menghasilkan, terutama yang tajuknya belum bertaut. Pohon pelindung tetap
bermanfaat untuk tanaman yang mulai menghasilkan. Pola tanam erat kaitannya
dengan ke optimuman jumlah pohon per ha, ke optimuman pohon pelindung dan
meminimumkan kerugian yang timbul pada nilai kesuburan tanah serta biaya
pemeliharaan. Ada empat pola tanam yang dianjurkan pada tanaman kopi,
diantaranya yaitu.
1. Pola tanam kopi segi
empat, pohon pelindung segi empat. Pada pola tanam ini, seluruh areal ditanamai
menurut jarak tanam yang ditetapkan. Pohon pelindung berada tepat pada
pertemuan diagonal empat pohon kopi.
2. Pola tanam segi empat, pohon pelindung segi tiga. Pada pola tanam
ini, pohon pelindung terletak diantara dua gawangan dan dua barisan yang
membentuk segi tiga sama sisi
3. Pola tanam
kopi berpagar ganda, pohon pelindung segi tiga. Pada pola tanam ini, pohon kopi
dipisahkan oleh dua kali jarak tanam yang telah ditetapkan dengan beberapa
barisan pohon kopi berikutnya. Dengan demikian, terdapat ruang diantara barisan
kopi yang bisa dimanfaatkan sebagai jalan untuk pemeliharaan.
4. Pola tanam kopi berpagar ganda, pohon pelindung
segi empat.
Jarak
tanam yang sesuai dengan tanaman kopi adalah jarak tanam yang sesuai dengan
perkembangan bsgian atas tanaman serta cukup tersedianya ruang bagi
perkembangan perakaran di dalam tanah. dengan demikian pilihan jarak tanam erat
kaitannya dengan sifat pertumbuhan, sumber bahan tanam dan kesuburan areal.
Ditinjau dari segi produksinya, jarak tanam 3 x 3 m, 4 x 2 m dan 3,5 x 2,5 m
adalah sama, walaupun pertautan tajuk membutuhkan waktu lebih lam jika
dibandingkan dengan jarak tanam 3 x 3 m. karena itu pilihan jarak yang tanam
optimum bergantung pada bahan tanam kejaguran (besarnya pohon), jenis tanah dan
iklim areal yang dikehendaki.
Tanaman kopi dapat
tumbuh pada berbagai jenis tanah, asalkan persyaratan fisik dan kimia tanah
yang berperan pada pertumbuhan dan produksi tanaman kopi bisa terpenuhi.
Kemasaman tanah (pH), kadar zat organik, unsur hara, kapasitas adsorbsi dan
kejenuhan basa merupakan sifat kimia yang perlu diperhatikan, sedangkan faktor
fisiknya adalam kedalaman efektif, tinggi permukaan air tanah, drainase,
struktur dan konsistensi tanah. Selain itu kemiringan lahan juga merupakan
sifat fisik yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan dari tanaman
kopi.
Pembuatan lubang tanam
dapat dipandang sebagai salah satu bentuk pengolahan tanah dalam skala kecil
dan dianggap sebagai salah satu upaya minimumtillage. Pembuatan lubang tanam
bertujuan untuk menyediakan lingkungan perakaran yang optimal bagi bibit kopi
baik secara fisik, kimia dan biologi. Tanah yang berada dilapangan sering
terlalu mampat bagi perakaran bibit kopi untuk berkembang dengan baik setelah
dipindahkan dari tanah gembur di dalam polibag. Oleh karena itu kondisi yang
relative sama dengan pembibitan perlu disiapkan dilapangan dengan cara mengolah
tanah seminimal mungkin atau dengan cara membuat lubang tanam bagi bibit kopi.
Dengan pembuatan lubang tanam ini maka diharapkan dapat mendukung tanaman dalam
beradaptasi dengan baik pada awal pertumbuhannya dilapang.
Setelah dilakukan
pembuatan lubang tanam, maka lubang tanam dibiarkan teronggok selama 2-3 bulan.
Tujuan dari membiarkan tanah teronggok selama 2-3 bulan tersebut adalah untuk
meminimalisir unsur berbahaya yang bersifat racun yang ada di dalam tanah
supaya dapat terpapar oleh sinar matahari. Selain itu untuk tujuan dari
membiarkan tanah teronggok agar kondisi tanah yang lembab pada sub soil bisa
berkurang atau menjadi gembur karena tanah yang terlalu lembab biasanya
dijadikan sebagai tempat tumbuhnya jamur yang merugikan bagi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman kopi karena dijadikan sebagai vector dari penyakit. Selain
itu tanah yang lembab biasanya lebih bersifat masam dan kurang subur.
Peranan bahan organik
jika dilihat dari pengaruhnya terhadapat kondisi fisik tanah yaitu untuk
membantu memperbaiki struktur tanah agar menjadi gembur, dimana dengan sifat
dari bahan organik sendiri yang gembur maka dapat meningkatkan kegiatan jasad
mikro dalam tanah. selanjutnya jika dilihat dari kondisi kimia tanah, bahan
organik berfungsi sebagai gudang penyimpan hara, selain itu bahan organik juga
mudah melepaskan hara tersebut untuk dipakai oleh tanaman. Fosfat yang semula
terfiksasi Ca, Fe dan Al dan tidak dapat diserap tanaman akan menjadi tersedia
bila unsur-unsur Ca dan Fe tersebut dapat diikat bahan organik menjadi organik kompleks.
Proses ini adalah proses kimia sehingga kelarutan Al dan Fe dalam tanah yang
semula tinggi dan bersifat racun dapat dikurangi. Tidak semua Al dan Fe
tersebut dapat terikat tetapi hanya beberapa bentuk dalam senyawa tertentu.
Sedangkan jika dilihat
dari biologi tanah, bahan organik tanah merupakan sumber utama energi untuk
menjadi bahan makanan bagi aktivitas jasad mikro tanah. Penambahan bahan
organik dengan C/N rasio tinggi mendorong pembiakan jasad renik dan mengikat
beberapa unsur hara tanaman. Setelah C/N rasio turun, sebagaian jasad mikro
mati dan melepaskan kembali unsur hara ke tanah. Makin banyak bahan organik,
makin banyak populasi jasad mikro dalam tanah. Untuk peranan bahan organik
sendiri bagi pertanaman kopi yaitu untuk melakukan pengolahan tanah dalam skala
kecil dan dianggap sebagai upaya minimumtillage. Penambahan bahan organik
sendiri pada lubang tanam kopi untuk membuat area lubang tanam tersebut menjadi
gembur sehingga perakaran tanaman kopi akan mudah untuk berkembang.
Perkembangan kopi di
Indonesia saat ini mengalami penurunan, dari literature yang saya dapatkan
dijelaskan bahwa sejak tahun 1984 ekspor kopi Indonesia di pasar kopi
internasional menduduki posisi ketiga setelah brazil dan kolombia. Bahkan untuk
kopi jenis Robusta sendiri menduduki peringkat pertama di dunia. Sebagian besar
ekspor kopi Indonesia adalah jenis kopi robusta yang sebesar 94%. Sedangkan
sisanya merupakan jenis kopi Arabika. Namun sejak tahun 1997 posisi kopi
Indonesia tergeser oleh Vietnam. Pada tahun 2009 volume ekspor kopi robusta
Indonesia meningkat menjadi 434.430 ton dari tahun sebelumnya yang pada tahun
2008 hanya sebesar 348.187 ton. Kemudian pada tahun 2011 volume ekspor kopi
robusta Indonesia menurun menjadi 265.368 ton. Nilai ekspor kopi Indonesia
berfluktuatif. Fluktuasi nilai ekspor lebih dipengaruhi oleh perubahan harga
kopi dibandingkan dengan perubahan volume ekspor (Aeki dalam Chandra, 2013).
Selain itu ada juga
sebuah literature yang menjelaskan tentang perkembangan kopi Indonesia.
Literatur ini menjelaskan bahwasanya kopi Indonesia berada di posisi keempat
terbesar di dunia. Saat ini produksi kopi di Indonesia sendiri telah mencapai
600 ribu ton pertahun dan lebih dari 80% berasal dari perkebunan rakyat. Literature
ini juga menjelaskan bahwa kopi merupakan salah satu aset produk Indonesia yang
terkenal di dunia dan sekarang ini banyak di produksi atau di budidayakan
secara organik dengan istilah kopi organik. Namun literature ini juga
menhelaskan bahwa pengelolaan tanaman kopi organik belum dilakukan secara
intensif. Hal ini dapat dilihat dari pengelolannya yang tidak menggunakan pupuk
organik secara keseluruhan (Winarni, 2013).
sebaiknya dilengkapi dengan daftar pustaka, agar tidak membingungkan orang ketika menjadikan makalah ini sebagai referensi.
BalasHapus