Minggu, 08 Desember 2013

PEMBUATAN LUBANG TANAM PADA TANAMAN KOPI DI LAPANG



BAB 1. PENDAHULUAN
Budidaya tanaman kopi sangat erat kaitannya dengan lahan yang berada di dataran tinggi dan perlu kegiatan pembersihan lahan sebelum melakukan penanaman tanaman kopi. Namun kini tanaman kopi juga bisa ditanam dilahan yang berada di dataran rendah dengan menerapkan inovasi pada lahan tanam yaitu dengan memberikan naungan supaya tanaman kopi tidak terlalu banyak mendapatkan masukan sinar matahari, karena dapat diketahui sendiri tanaman ini hidup di daerah ketinggian yang biasanya mempunyai cuaca atau suhu yang relative dingin. Salah satu inovasi untuk penanaman tanaman kopi yang berada pada lahan dataran rendah yaitu dengan memberikan tanaman naungan pada sela-sela tanaman kopi, untuk memberi tanaman naungan tentunya kita juga harus memperhatikan jarak tanamnya dengan tanaman kopi supaya tidak terjadi persaingan dalam mendapatkan unsur hara antara tanaman kopi dan tanaman naungan. Salah satu tanaman naungan yang biasa dipakai oleh para petani yang menanam tanaman kopi yaitu tanaman gliriside. Selain bisa dimanfaatkan untuk tanaman naungan, tanaman ini juga bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak.
Tahap untuk penanaman kopi yaitu pertama memilih lahan yang akan ditanami kopi, setelah lahan dipilih maka selanjutnya dilakukan pembukaan lahan dan persiapan lahan dengan cara melakukan pembersihan lahan. Pembersihan dapat dilakukan dengan membersihkan semak belukar dan kayu-kayu kecil serta melakukan penebangan pohon yang tidak dibituhkan sebagai naungan pada tanaman kopi. Pembersihan lahan dapat dilakukan dengan menggunakan alat seperti sabit untuk membersihkan semak belukar dan menggunakan alat berat seperti alat untuk menebang pohon. Pembersihan areal lahan juga sering di akhiri dengan tahap pengolahan tanah. pengolahan tanah umumnya dilakukan dengan cara mekanis khususnya pada areal yang dibuka untuk penanaman kopi yang cukup luas.
Pada kegiatan pembersihan areal lahan juga perlu dilakukan pembuatan jalan setapak dan saluran drainase supaya air pada saat musim hujan tidak lepas begitu saja dan dapatmasuk kedalam tanah. Tanaman kopi dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asalkan persyaratan fisik dan kimia tanah yang berperan pada pertumbuhan dan produksi tanaman kopi bisa terpenuhi. Kemasaman tanah (pH), kadar zat organik, unsur hara, kapasitas adsorbsi dan kejenuhan basa merupakan sifat kimia yang perlu diperhatikan, sedangkan faktor fisiknya adalam kedalaman efektif, tinggi permukaan air tanah, drainase, struktur dan konsistensi tanah. Selain itu kemiringan lahan juga merupakan sifat fisik yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan dari tanaman kopi. 
Pembuatan lubang tanam dapat dipandang sebagai salah satu bentuk pengolahan tanah dalam skala kecil dan dianggap sebagai salah satu upaya minimumtillage. Pembuatan lubang tanam bertujuan untuk menyediakan lingkungan perakaran yang optimal bagi bibit kopi baik secara fisik, kimia dan biologi. Tanah yang berada dilapangan sering terlalu mampat bagi perakaran bibit kopi untuk berkembang dengan baik setelah dipindahkan dari tanah gembur di dalam polibag. Oleh karena itu kondisi yang relative sama dengan pembibitan perlu disiapkan dilapangan dengan cara mengolah tanah seminimal mungkin atau dengan cara membuat lubang tanam bagi bibit kopi. Dengan pembuatan lubang tanam ini maka diharapkan dapat mendukung tanaman dalam beradaptasi dengan baik pada awal pertumbuhannya dilapang. Ukuran lubang tanam yang sering diterapkan di lapang sekitar 60 x 60 x 60 cm. untuk pembuatan lubang tanam sendiri dibuat 3 – 6 bulan sebelum melakukan penanaman dengan cara membiarkan tanah galian teronggok disekitar lubang 2 – 3 bulan. 

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Kopi merupakan komoditi penting dalam konstelasi perkebunan, disamping itu permintaan konsumsi kopi dunia semakin hari semakin meningkat. Saat ini, produksi kopi Indonesia telah mencapai 600 ribu ton pertahun dan lebih dari 80 persen berasal dari perkebunan rakyat. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat pada periode berikutnya mengingat pangsa pasar ekspor dan kebutuhan konsumsi yang tinggi terhadap kopi. Kegiatan konsumsi akan mempunyai dampak ekologis (ecological footprint) yang tinggi sebagai akibat gaya hidup manusia yang pada ujungnya bertumpu pada kemampuan sumber daya alam untuk menyediakan kecukupan pemenuhan bahan baku tersebut (Arief, 2011).
Pada umumnya, alih guna lahan dari hutan menjadi kebun kopi maupun sistem pertanian lainnya akan menyebabkan perubahan kondisi lingkungan di sekitarnya terutama fungsi hidrologi, kesuburan tanah, cadangan karbon dan keragaman hayati. Pengelolaan lahan dengan menanam berbagai jenis pohon sebagai penaung tanaman kopi (agroforestri berbasis kopi) telah banyak dilaporkan dapat membantu mempertahankan fungsi lingkungan. Selain itu, kondisi pada agroforestri berbasis kopi dengan pohon penaung yang lebih beragam hingga menyerupai hutan, mempunyai stabilitas ekosistem yang lebih tinggi sehingga potensi terjadinya ledakan hama berkurang (Schroth dalam Rahayu, 2006).
Pertanaman kopi di Lampung pada umumnya bersistem monokultur. Pola tanam kopi monokultur ini memiliki beberapa kelemahan antara lain lebih rentan terhadap gangguan OPT, memiliki masukan seresah yang rendah, kanopi terbuka, dan kondisi iklim mikronya yang kering yang tidak cocok bagi aktivitas musuh alami hama tanaman. Untuk memperbaiki ekosistem tersebut dilakukan penanaman kopi bernaungan atau sistem agroforestri. Penerapan sistem agroforestri pada tanaman kopi yang dicirikan oleh banyaknya pohon penaung memberi beberapa manfaat. Sistem ini dapat meningkatkan keragaman hayati, mengkonservasi kesuburan tanah, dan meningkatkan kesehatan tanaman. Sistem agroforestri memiliki kemiripan dengan hutan yaitu ekosistemnya yang stabil sehingga mampu menghambat perkembangan OPT pada tanaman kopi (Staver dalam Maharani, 2013).
Selain menanam pohon kayu-kayuan yang sekaligus berperan sebagai pohon pelindung kopi, penerapan teknologi konservasi diperlukan untuk mengelola usahatani kopi di kawasan hutan yang umumnya daerahnya berbukit, curam, dan terjal yaitu dengan menerapkan konservasi tanah dan air, konservasi biotik, serta pengurangan risiko usaha dengan diversifikasi. Namun penerapan konservasi tanah petani kopi masih rendah. Penerapan konservasi tanah usahatani kopi di kawasan hutan Lampung Barat adalah 50,13 persen dan untuk luar kawasan hutan 53,81 persen (Jamhari, 2011).
Tanaman kopi (Coffea sp.) merupakan tanaman tropis yang banyak diperdagangkan di dunia. Diperdagangan dunia dikenal dua macam kopi, yaitu kopi Arabica dan Robusta. Di Indonesia kopi Robusta paling banyak yaitu mencapai 87,1 % dari total produksi kopi Indonesia. Sebagian besar hasil produksikopi masuk dalam perdagangan ekspor, dengan negara tujuan Amerika Serikat, Jerman, dan Singapura.  Di Indonesia kopi diperdagangkan dalam bentuk kopi biji, kopi sangrai, kopi bubuk, kopi instan, dan bahan makanan lain yang mengandung kopi. Produk kopi herbal merupakan salah satu diversifikasi produk olahan kopi yang ada di pasaran (Rohmah, 2010).
Di Jawa tanaman ini tumbuh optimal sekitar ketinggian 300-700 m, sedang di tanah asalnya sampai ketinggian 1200 m dari permukaan laut. Temperatur yang dikehendaki untuk jenis ini ialah sekitar 21-24°C. tanaman kopi pada umumnya tumbuh optimal di daerah dengan curah hujan 2.000-3.000 mm/th. Tanaman kopi menghendaki penyinaran dibawah 80% agar dapat tumbuh dengan baik. Kemiringan tanah yang dapat ditanami kopi harus kurang dari 45% dengan kedalaman tanah efektif lebih dari 100% (Tom Karya Tani Mandiri, 2005).
Untuk mengatasi rendahnya mutu kopi di Indonesia, maka perlu ditempuh langkah-langkah sebagai berikut :
1.    Mengembangkan varietas kopi unggul pada lahan-lahan yang sesuai.
2.    Mengganti tanaman yang sudah tidak produktif lagi dengan tanaman muda varietas unggul yang dianjurkan.
3.    Menerapkan teknik budidaya yang benar, baik mengenai sistem penanaman, pemangkasan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, maupun pengaturan air.
4.    Menerapkan sistem pemanenan dan pengolahan yang benar, baik cara pemetikan, pengolahan, pengeringan maupun sortasi (Ferlianto, 2006).
Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor yang potensial bagi Indonesia. Perkebunan kopi di Indonesia sebagian besar diusahakan oleh rakyat. Umumnya jenis kopi yang ditanam adalah Robusta. Dalam hal produksi, Indonesia menempati urutan ke tiga dunia setelah Brazil dan Vietnam untuk kopi jenis Robusta dengan jumlah produksi 5,82 juta karung pada tahun 2007 dan meningkat menjadi 6,01 juta karung pada tahun 2008. Di Kabupaten Jember, sebaran luasan areal kopi rakyat mencapai 5.524,01 ha yang tersebar di 8 kecamatan (Choiron, 2010).
Sudah beberapa abad lamanya kopi menjadi bahan perdagangan karena kopi dapat diolah menjadi minuman yang lezat rasanya. Karena kopi menjadi bahan perdagangan, maka perkebunan kopi mendapatkan kepercayaan dan tugas berat dari pemerintah untuk menghasilkan kopi sebgai bahan ekspor. Sebab dari berbagai penjuru dunia banyak orang yang suka minum kopi tetapi negaranya tidak menghasilkan, sehingga negara tersebut harus membeli dari negara lain. Perluasan perkebunan kopi yang ada di Indonesia tidak hanya terbatas pada perusahaan perkebunan saja, akan tetapi justru perkebunan rakyatlah yang semakin meluas. Pada tahun 1974-1975 luas kopi rakyat meliputi ± 90% dari seluruh areal tanaman kopi di negeri kita. Daerah-daerah yang rakyatnya banyak menanam kopi adalah aceh, Sumatra selatan/lampung, bali dan Sulawesi selatan. Sedangkan yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan besar adalah jawa timur dan jawa tengah. Di kedua daerah tersebut mencapai ± 97%. Dengan demikian yang menghasilkan bahan ekspor bukan hanya perkebunan saja, melainkan tanaman rakyat pun bisa menghasilkan bahan ekspor (Aak, 1988).  
Pembuatan lubang tanam dengan ukuran sekitar panjang 30 cm, lebar 30 cm dan kedalaman juga 30 cm, dapat memberikan pertumbuhan yang baik bagi perakaran kopi. Jarak tanam antar tanaman kopi adalah 2 hingga 3 meter, dan sebaiknya untuk lahan dengan kondisi terjal atau dengan derajat kemiringan diatas 100 sebaiknya dibuatkan teras-teras ditambah dengan pohon naungan atau pelindung, untuk mencegah longsor yang dapat mengakibatkan kerusakan tanaman kopi. Untuk memberikan kondisi lahan yang optimal lubang tanam sebaiknya dibiarkan selama beberapa hari dan kemudian diberikan pupuk kompos, hal ini selain untuk menghilangkan faktor penyakit serta adanya kemungkinan unsur berbahaya juga menambah kesuburan pada lahan. Selain itu untuk mencegah serangan jamur pada tiap lubang tanam dapat juga diberikan 1 sendok makan belerang halus, atau jamur Thricoderma (Suwarto, 2011).
 
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
      -

4.2 Pembahasan
Secara ekonomis pertumbuhan dan produksi tanaman kopi sangat tergantung pada keadaan iklim dan tanah. kebutuhan pokok lainnya yang tidak dapat diabaikan adalah mencari bibit unggul yang produksinya tinggi dan tahan terhadap hama penyakit. Setelah persyaratan tersebut terpenuhi, maka suatu hal yang juga penting adalah pemeliharaan seperti pemupukan, pemangkasan, pohon peneduh dan pemberantasan hama penyakit. Di Indonesia tanaman kopi sendiri umumnya dapat tumbuh baik pada ketinggian tempat 700 mdpl. Namun dengan introduksi klon-klon baru dari luar negeri, beberapa diantaranya dapat ditanam pada ketinggian 500 m dpl. Jenis kopi arabika tumbuh baik dengan citarasa bermutu pada ketinggian di atas 1000 m dpl.
Penanaman kopi arabika pada dataran rendah, produktivitasnya rendah dan rentan penyakit karat daun (Hemileia vastatrix). Selain itu persyaratan iklim lain yang harus dipenuhi adalah jumlah curah hujan 1.500 - 2.500 mm/th, bulan kering 13 bulan, dan suhu udara ratarata 1721 0C untuk kopi arabika. Sedangkan kopi Robusta juga memerlukan kisaran curah hujan 1.500- 2.500 mm/th, bulan kering 13 bulan, dan suhu udara ratarata 2124 0C. Tanaman kopi menghendaki tanah dengan solum dalam, gembur, subur, kandungan bahan organik tinggi, dan berdrainase baik. Tanaman kopi juga bisa berkembang pada tanah yang agak asam (pH 5,5 6,5).
Penetapan pola tanam dianjurkan untuk mendapatkan areal tanaman kopi yang baik. Sehingga dengan adanya penetapan pola tanam ini akan mempermudah dalam menentukan jarak tanam antar tanaman penaung atau pohon pelindung dan tanaman kopi itu sendiri. Pohon pelindung ada dua jenis yaitu pohon pelindung sementara dan pohon pelindung tetap. Pohon pelindung sementara bermanfaat untuk tanaman yang masih belum menghasilkan, terutama yang tajuknya belum bertaut. Pohon pelindung tetap bermanfaat untuk tanaman yang mulai menghasilkan. Pola tanam erat kaitannya dengan ke optimuman jumlah pohon per ha, ke optimuman pohon pelindung dan meminimumkan kerugian yang timbul pada nilai kesuburan tanah serta biaya pemeliharaan. Ada empat pola tanam yang dianjurkan pada tanaman kopi, diantaranya yaitu.  
1. Pola tanam kopi segi empat, pohon pelindung segi empat. Pada pola tanam ini, seluruh areal ditanamai menurut jarak tanam yang ditetapkan. Pohon pelindung berada tepat pada pertemuan diagonal empat pohon kopi.

2. Pola tanam segi empat, pohon pelindung segi tiga. Pada pola tanam ini, pohon pelindung terletak diantara dua gawangan dan dua barisan yang membentuk segi tiga sama sisi
3. Pola tanam kopi berpagar ganda, pohon pelindung segi tiga. Pada pola tanam ini, pohon kopi dipisahkan oleh dua kali jarak tanam yang telah ditetapkan dengan beberapa barisan pohon kopi berikutnya. Dengan demikian, terdapat ruang diantara barisan kopi yang bisa dimanfaatkan sebagai jalan untuk pemeliharaan. 
4. Pola tanam kopi berpagar ganda, pohon pelindung segi empat. 

Jarak tanam yang sesuai dengan tanaman kopi adalah jarak tanam yang sesuai dengan perkembangan bsgian atas tanaman serta cukup tersedianya ruang bagi perkembangan perakaran di dalam tanah. dengan demikian pilihan jarak tanam erat kaitannya dengan sifat pertumbuhan, sumber bahan tanam dan kesuburan areal. Ditinjau dari segi produksinya, jarak tanam 3 x 3 m, 4 x 2 m dan 3,5 x 2,5 m adalah sama, walaupun pertautan tajuk membutuhkan waktu lebih lam jika dibandingkan dengan jarak tanam 3 x 3 m. karena itu pilihan jarak yang tanam optimum bergantung pada bahan tanam kejaguran (besarnya pohon), jenis tanah dan iklim areal yang dikehendaki.

Tanaman kopi dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asalkan persyaratan fisik dan kimia tanah yang berperan pada pertumbuhan dan produksi tanaman kopi bisa terpenuhi. Kemasaman tanah (pH), kadar zat organik, unsur hara, kapasitas adsorbsi dan kejenuhan basa merupakan sifat kimia yang perlu diperhatikan, sedangkan faktor fisiknya adalam kedalaman efektif, tinggi permukaan air tanah, drainase, struktur dan konsistensi tanah. Selain itu kemiringan lahan juga merupakan sifat fisik yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan dari tanaman kopi. 
Pembuatan lubang tanam dapat dipandang sebagai salah satu bentuk pengolahan tanah dalam skala kecil dan dianggap sebagai salah satu upaya minimumtillage. Pembuatan lubang tanam bertujuan untuk menyediakan lingkungan perakaran yang optimal bagi bibit kopi baik secara fisik, kimia dan biologi. Tanah yang berada dilapangan sering terlalu mampat bagi perakaran bibit kopi untuk berkembang dengan baik setelah dipindahkan dari tanah gembur di dalam polibag. Oleh karena itu kondisi yang relative sama dengan pembibitan perlu disiapkan dilapangan dengan cara mengolah tanah seminimal mungkin atau dengan cara membuat lubang tanam bagi bibit kopi. Dengan pembuatan lubang tanam ini maka diharapkan dapat mendukung tanaman dalam beradaptasi dengan baik pada awal pertumbuhannya dilapang.
Setelah dilakukan pembuatan lubang tanam, maka lubang tanam dibiarkan teronggok selama 2-3 bulan. Tujuan dari membiarkan tanah teronggok selama 2-3 bulan tersebut adalah untuk meminimalisir unsur berbahaya yang bersifat racun yang ada di dalam tanah supaya dapat terpapar oleh sinar matahari. Selain itu untuk tujuan dari membiarkan tanah teronggok agar kondisi tanah yang lembab pada sub soil bisa berkurang atau menjadi gembur karena tanah yang terlalu lembab biasanya dijadikan sebagai tempat tumbuhnya jamur yang merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kopi karena dijadikan sebagai vector dari penyakit. Selain itu tanah yang lembab biasanya lebih bersifat masam dan kurang subur.
Peranan bahan organik jika dilihat dari pengaruhnya terhadapat kondisi fisik tanah yaitu untuk membantu memperbaiki struktur tanah agar menjadi gembur, dimana dengan sifat dari bahan organik sendiri yang gembur maka dapat meningkatkan kegiatan jasad mikro dalam tanah. selanjutnya jika dilihat dari kondisi kimia tanah, bahan organik berfungsi sebagai gudang penyimpan hara, selain itu bahan organik juga mudah melepaskan hara tersebut untuk dipakai oleh tanaman. Fosfat yang semula terfiksasi Ca, Fe dan Al dan tidak dapat diserap tanaman akan menjadi tersedia bila unsur-unsur Ca dan Fe tersebut dapat diikat bahan organik menjadi organik kompleks. Proses ini adalah proses kimia sehingga kelarutan Al dan Fe dalam tanah yang semula tinggi dan bersifat racun dapat dikurangi. Tidak semua Al dan Fe tersebut dapat terikat tetapi hanya beberapa bentuk dalam senyawa tertentu.
Sedangkan jika dilihat dari biologi tanah, bahan organik tanah merupakan sumber utama energi untuk menjadi bahan makanan bagi aktivitas jasad mikro tanah. Penambahan bahan organik dengan C/N rasio tinggi mendorong pembiakan jasad renik dan mengikat beberapa unsur hara tanaman. Setelah C/N rasio turun, sebagaian jasad mikro mati dan melepaskan kembali unsur hara ke tanah. Makin banyak bahan organik, makin banyak populasi jasad mikro dalam tanah. Untuk peranan bahan organik sendiri bagi pertanaman kopi yaitu untuk melakukan pengolahan tanah dalam skala kecil dan dianggap sebagai upaya minimumtillage. Penambahan bahan organik sendiri pada lubang tanam kopi untuk membuat area lubang tanam tersebut menjadi gembur sehingga perakaran tanaman kopi akan mudah untuk berkembang.
Perkembangan kopi di Indonesia saat ini mengalami penurunan, dari literature yang saya dapatkan dijelaskan bahwa sejak tahun 1984 ekspor kopi Indonesia di pasar kopi internasional menduduki posisi ketiga setelah brazil dan kolombia. Bahkan untuk kopi jenis Robusta sendiri menduduki peringkat pertama di dunia. Sebagian besar ekspor kopi Indonesia adalah jenis kopi robusta yang sebesar 94%. Sedangkan sisanya merupakan jenis kopi Arabika. Namun sejak tahun 1997 posisi kopi Indonesia tergeser oleh Vietnam. Pada tahun 2009 volume ekspor kopi robusta Indonesia meningkat menjadi 434.430 ton dari tahun sebelumnya yang pada tahun 2008 hanya sebesar 348.187 ton. Kemudian pada tahun 2011 volume ekspor kopi robusta Indonesia menurun menjadi 265.368 ton. Nilai ekspor kopi Indonesia berfluktuatif. Fluktuasi nilai ekspor lebih dipengaruhi oleh perubahan harga kopi dibandingkan dengan perubahan volume ekspor (Aeki dalam Chandra, 2013).
Selain itu ada juga sebuah literature yang menjelaskan tentang perkembangan kopi Indonesia. Literatur ini menjelaskan bahwasanya kopi Indonesia berada di posisi keempat terbesar di dunia. Saat ini produksi kopi di Indonesia sendiri telah mencapai 600 ribu ton pertahun dan lebih dari 80% berasal dari perkebunan rakyat. Literature ini juga menjelaskan bahwa kopi merupakan salah satu aset produk Indonesia yang terkenal di dunia dan sekarang ini banyak di produksi atau di budidayakan secara organik dengan istilah kopi organik. Namun literature ini juga menhelaskan bahwa pengelolaan tanaman kopi organik belum dilakukan secara intensif. Hal ini dapat dilihat dari pengelolannya yang tidak menggunakan pupuk organik secara keseluruhan (Winarni, 2013). 



 

 



1 komentar:

  1. sebaiknya dilengkapi dengan daftar pustaka, agar tidak membingungkan orang ketika menjadikan makalah ini sebagai referensi.

    BalasHapus