Jumat, 13 Desember 2013

PEMBIBTAN TEBU MENGGUNAKAN METODE SINGLE BUD



Pemerintah telah mencanangkan revitalisasi industri gula nasional yang secara eksplisit mengagendakan terwujudnya swasembada Gula Nasional 2014. Kondisi industri gula berbasis tebu secara umum di indonesia sangat bergantung dari pasokan bahan baku tebu rakyat, yang baik jumlah maupun mutu cenderung menurun sementara pabrik gula bekerja dibawah kapasitas sehingga efesiensi menjadi rendah. Perluasan areal tanaman tebu rakyat dimaksudkan untuk meningkatkan penguasaan lahan garapan petani dan meningkatkan produksi dalam memenuhi kebutuhan pasokan bahan baku pabrik gula dalam rangka swasembada gula nasional.
Dalam rangka mendukung swasembada gula nasional perlu melaksanakan rehabilitasi tanaman ratoon dan perluasan areal tanaman tebu. Oleh karena itu penggunaan benih bermutu dari varietas tebu unggul menjadi faktor penting. Untuk memperkuat pencapaian sasaran dalam memenuhi kebutuhan gula nasional yang akan dilaksanakan adalah peningkatan rendemen tinggi dengan didukung teknologi menuju rendemen tinggi dilaksanakan melalui penataan varietas dengan benih yang bermutu, murni dan sehat.
Penyediaan benih unggul dengan teknik kultur jaringan atau penyediaan bibit secara cepat dengan menggunakan singel bud planting mempunyai peranan yang sangat penting. Penyelenggaran penangkaran benih tebu yang semakin rendah diperlukan percepatan teknologi penyediaan bibit tebu secara tepat dengan mengurangi biaya pembelian bibit tebu yang tidak terlalu tinggi. Varietas unggul adalah varietas yang menunjukkan adaptasi dan produktivitas yang tinggi serta memiliki keunggulan-keunggulan tertentu baik dari aspek keragaan tanaman maupun parameter pabrikasi. Penyediaan varietas unggul memerlukan waktu yang cukup lama sehingga diperlukan teknologi penyediaan bibit yang cepat dengan bersamaan perluasan areal pembibitan tebu. 
Sistem pembibitan Single Bud Planting ( SBP ) adalah salah satu metode pembibitan baru dalam dunia pertebuan Indonesia. Teknologi ini berasal dari Brazil dan Columbia. Brazil dan Columbia selama ini dipandang sebagai negara di Amerika Selatan yang cukup maju dalam hal budidaya tanaman tebu. Produksi tebu Brazil dan Columbia rata-rata mencapai 90-95 ton/ha dengan Rendemen antara 13%-15% dengan produksi hablur rata-rata per hektar adalah 11.7 - 12.35 ton/ha.  

 

Tebu (Saccharum officinarum) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang cukup penting di Indonesia. Pada umumnya tebu digunakan sebagai bahan baku produksi gula. Salah satu industri perkebunan gula yang masih terus mengusahakan peningkatan produksi gula adalah PT. Gunung Madu Plantations (GMP). Pengolahan tanah yang diterapkan dalam perkebunan tebu ini adalah sistem olah tanah intensif terus menerus selama 35 tahun. Pengolahan tanah secara intensif dapat menyebabkan kerusakan struktur tanah, mempercepat terjadinya erosi tanah, dan penurunan kadar bahan organik tanah yang berpengaruh juga terhadap keberadaan biota tanah, termasuk cacing tanah. Produksi gula di PT. GMP dapat ditingkatkan dengan dilakukan pembenahan media tanam (tanah) tebu sehingga dapat tumbuh dengan baik. Perbaikan itu dapat dilakukan dengan merubah sistem pengolahan tanahnya dan juga memberikan bahan organik ke dalam tanah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan sistem Tanpa Olah Tanah (TOT) dan pengaplikasian BBA (bagas, blotong, abu) tebu yang dihasilkan dari sisa produksi PT. GMP itu sendiri (Batubara, 2013).   
Tebu termasuk keluarga Graminae atau rumput-rumputan dan berkembang biak di daerah beriklim udara sedang sampai panas. Tebu cocok pada daerah yang mempunyai ketinggian 1 sampai 1. 300 meter di atas permukaan laut. Di Indonesia terdapat beberapa jenis tebu, di antaranya tebu (Cirebon) hitam, dan tebu kasur.setiap jenis tebu memiliki ukuran batang serta warna yang berlainan. Tebu termasuk tanaman berbiji tunggal. Tinggi tumbuhan tebu berkisar 2 – 4 meter. Batang pohon tebu terdiri dari banyak ruas yang setiap ruasnya dibatasi oleh buku-buku sebagai tempat duduknya daun. Bentuk daun tebu berwujud helaian dengan pelepah. Panjang daun mencapai 1 – 2 meter dan lebar 4 – 8 centimeter dengan permukaan kasar dan berbulu. Batang tebu rasanya manis menyegarkan karena mengandung air gula yang berkadar sampai 20 % (Harmanto, 2007).
Pembanguan pertanian tidak hanya ditujukan untuk memantapkan swasembada pangan saja, tetapi juga mencakup usaha-usaha peningkatan produksi pangan mencakup kebutuhan pokok lain diantaranya kebutuhan akan gula. Dari beberapa media masa diberitakan bahawa kebutuhan gula masih dipasok dari gula impor, karena produksi tebu sebagai bahan baku gula belum mencukupi. Evaluasi diperlukan untuk mencapai sasaran yang dimaksud. Dalam evaluasi lahan dikenal adanya suatu sistem klasifikasi yaitu klasifikasi kemampuan lahan yang dilakukan untuk menilai faktor-faktor yang menentukan daya guna lahan kemudian mengelompokkan penggunaan lahan sesuai dengan sifat yang dimilikinya. Dalam klasifikasi kemampuan lahan yang dinilai hanyalah faktor-faktor pembatas lahan (Widianto dalam Arifin, 2003).
Industri gula kita sedang mengalami masalah besar, bahkan berada di ambang kematian. Produksinya berkurang karena rendahnya pasokan tebu dari petani. Kondisinya semakin memprihatinkan karena diberondong oleh gula selundupan dan gula impor. Turunnya produktivitas tebu dari petani diyakini disebabkan oleh peralihan penanaman tebu dari lahan basah ke lahan kering. Jika tahun 1930an, produksi rata- rata petani tebu Indonesia 13 ton hablur per hektar. Sekarang produksi di lahan kering rata- rata hanya 3 hingga 4 ton hablur per hektar. Penyebab utama turunnya produksi tebu petani adalah mutu bibit yang buruk. Oleh karena pengetahuan dan kemampuan yang terbatas, petani tidak mengganti bibit yang ditanam dengan varietas yang lebih baik. Cara ini beresiko besar terhadap penyakit yang dapat menurunkan produksi hingga 30% (Abdurrahman, 2008).
Ada beberapa hal yang diduga menjadi penyebab menurunnya produktivitas tanaman tebu. Pertama, adalah permasalahan pada penggunaan bibit, seperti bibit tebu yang digunakan petani selama ini kurang bermutu, sebagai akibat dari penurunan kualitas genetik.Di lain pihak, penyebaran temuan (hasil riset) tentang bibit bermutu ke petani yang masih kurang optimal. Kedua, penerapan teknik keprasan (tebu dibiarkan tumbuh dari sisa batang yang telah dipanen) oleh petani yang berlebihan. Pengembangan bibit unggul akan menjadi salah satu faktor pendorong bagi peningkatan produktivitas tebu dan gula di kalangan petani dan di Indonesia. Pengkajian pembibitan ini merupakan perbaikan dari pola yang biasa dilakukan petani, dengan penerapan standar pembibitan dalam teknik pengolahan lahan, pengaturan pola drainase yang baik, penerapan pupuk tepat dosis dan waktu, penggunaan varietas murni hasil pemuliaan, pemeliharaan secara intensif, serta pencegahan dan penanggulangan hama dan patogen pada tebu (Iskandar, 2005).
Hingga saat ini pusat Penelitian telah menghasilkan berbagai macam varietas unggul seperti PS851, PS862, PS863, PS864, PSBM901, PS921, Bululawang, PSCO902, PSJT941, Kidang Kencana, PS865, PS881, PS882 dan varietas Kentung yang merupakan varietas-varietas unggulan dengan kategori pengelompokan masak awal, masak tengah dan masak akhir sebagai salah satu penerapan manajemen pembibitan untuk menyelaraskan pelaksanaan tertib tanam dan panen (Widodo Lamto, dkk. 2003).
Varietas tebu yang muncul kebanyakan harus diimbangi dengan berbagai ilmiah mengenai karakter dan karakteristik masing-masing varietas tersebut. karena setiap varietas akan memerlukan perlakuan yang berbeda untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Sehingga selain dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas maupun kuantitas produksi gula. Hal tersebut juga dapat membuktikan taksonomi yang memperkaya keanekaragaman hayati di Indonesia (Prabawanti YW, Hamidah, dan Soedarti T. 2012).
Berdasarkan karakteristik Daunnya, daun tebu  merupakan  daun  tidak lengkap,  yang  terdiri  dari  helai daun dan pelepah  daun  saja, sedang  tangkai daunnya  tidak  ada. Diantara  pelepah daun dan helai daun bagian sisi luar terdapat sendi segitiga daun, sedang pada bagian sisi dalamnya terdapat  lidah  daun. Yang  perlu diperhatikan dalam  mempelajari  tanda  pengenal  yang terdapat pada daun ialah pelepah daun dengan bagian-bagiannya terutama bulu-bulu bidang punggung dan telinga dalam (Indrawanto, 2010).
Sebelum penyakit sereh timbul dan menyerang tanaman tebu, varietas tebu yang banyak ditanam adalah tebu cirebon hitam dan tebu jepara putih. Tetapi setelah penyakit sereh menyerang hebat, Balai Penelitian Tebu pada waktu itu berusaha mencari varietas tahan dengan membuat persilangan antara varietas liar Saccharum spontaneum  dan varietas yang sudah dibudidayakan yaitu Saccharum officinarum. Tebu liar S. Spontaneum mempunyaibatang yang keras dan banyak rumpun, sedangkan tebu S. Officinarum mempunyai rasa manis. Dari persilangan dua varietas tersebut diperoleh di antaranya yang menonjolaalh POJ-2878. Varietas ini mampu menaikkan produksi gula negara sampai kira- kira 25% (Mangoendidjojo, 2003).
Dari proses pembuatan tebu akan dihasilkan gula 5%, ampas tebu 90% dan sisanya berupa tetes ( molase) dan air. Karena sari tebu tidak bisa diolah menjadi gula semuanya, maka tebu pun diolah menjadi pakan ternak dan alkohol. Selain itu tsanaman tebu (Sacharum officanarum L) merupakan tanaman perkebunan semusim yang mempunyai sifat tersendiri, sebab di dalam batangnya terdapat zat gula. Tebu termasuk keluarga rumput- rumputan ( Gramineae)  seperti halnya padi, jagung glagah, bambu dan lain- lain. Daun tebu ini bisa digunakan sebagai bahan bakar untuk memesak. Karena daun tebu kering cepat panas, pembakarannya setara dengan minyak tanah (Comic, 2010). 

1 komentar: