Pemerintah telah
mencanangkan revitalisasi industri gula nasional yang secara eksplisit
mengagendakan terwujudnya swasembada Gula Nasional 2014. Kondisi industri gula
berbasis tebu secara umum di indonesia sangat bergantung dari pasokan bahan
baku tebu rakyat, yang baik jumlah maupun mutu cenderung menurun sementara
pabrik gula bekerja dibawah kapasitas sehingga efesiensi menjadi rendah.
Perluasan areal tanaman tebu rakyat dimaksudkan untuk meningkatkan penguasaan
lahan garapan petani dan meningkatkan produksi dalam memenuhi kebutuhan pasokan
bahan baku pabrik gula dalam rangka swasembada gula nasional.
Dalam rangka mendukung
swasembada gula nasional perlu melaksanakan rehabilitasi tanaman ratoon dan
perluasan areal tanaman tebu. Oleh karena itu penggunaan benih bermutu dari
varietas tebu unggul menjadi faktor penting. Untuk memperkuat pencapaian
sasaran dalam memenuhi kebutuhan gula nasional yang akan dilaksanakan adalah peningkatan
rendemen tinggi dengan didukung teknologi menuju rendemen tinggi dilaksanakan
melalui penataan varietas dengan benih yang bermutu, murni dan sehat.
Penyediaan benih unggul
dengan teknik kultur jaringan atau penyediaan bibit secara cepat dengan menggunakan
singel bud planting mempunyai peranan yang sangat penting. Penyelenggaran
penangkaran benih tebu yang semakin rendah diperlukan percepatan teknologi
penyediaan bibit tebu secara tepat dengan mengurangi biaya pembelian bibit tebu
yang tidak terlalu tinggi. Varietas unggul adalah varietas yang menunjukkan
adaptasi dan produktivitas yang tinggi serta memiliki keunggulan-keunggulan
tertentu baik dari aspek keragaan tanaman maupun parameter pabrikasi.
Penyediaan varietas unggul memerlukan waktu yang cukup lama sehingga diperlukan
teknologi penyediaan bibit yang cepat dengan bersamaan perluasan areal
pembibitan tebu.
Sistem pembibitan
Single Bud Planting ( SBP ) adalah salah satu metode pembibitan baru dalam
dunia pertebuan Indonesia. Teknologi ini berasal dari Brazil dan Columbia.
Brazil dan Columbia selama ini dipandang sebagai negara di Amerika Selatan yang
cukup maju dalam hal budidaya tanaman tebu. Produksi tebu Brazil dan Columbia rata-rata
mencapai 90-95 ton/ha dengan Rendemen antara 13%-15% dengan produksi hablur
rata-rata per hektar adalah 11.7 - 12.35 ton/ha.
Tebu (Saccharum officinarum) merupakan salah satu
tanaman perkebunan yang cukup penting di Indonesia. Pada umumnya tebu digunakan
sebagai bahan baku produksi gula. Salah satu industri perkebunan gula yang
masih terus mengusahakan peningkatan produksi gula adalah PT. Gunung Madu
Plantations (GMP). Pengolahan tanah yang diterapkan dalam perkebunan tebu ini
adalah sistem olah tanah intensif terus menerus selama 35 tahun. Pengolahan
tanah secara intensif dapat menyebabkan kerusakan struktur tanah, mempercepat
terjadinya erosi tanah, dan penurunan kadar bahan organik tanah yang
berpengaruh juga terhadap keberadaan biota tanah, termasuk cacing tanah.
Produksi gula di PT. GMP dapat ditingkatkan dengan dilakukan pembenahan media
tanam (tanah) tebu sehingga dapat tumbuh dengan baik. Perbaikan itu dapat
dilakukan dengan merubah sistem pengolahan tanahnya dan juga memberikan bahan
organik ke dalam tanah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
menggunakan sistem Tanpa Olah Tanah (TOT) dan pengaplikasian BBA (bagas,
blotong, abu) tebu yang dihasilkan dari sisa produksi PT. GMP itu sendiri
(Batubara, 2013).
Tebu termasuk keluarga Graminae atau rumput-rumputan dan berkembang biak di daerah
beriklim udara sedang sampai panas. Tebu cocok pada daerah yang mempunyai
ketinggian 1 sampai 1. 300 meter di atas permukaan laut. Di Indonesia terdapat
beberapa jenis tebu, di antaranya tebu (Cirebon) hitam, dan tebu kasur.setiap jenis
tebu memiliki ukuran batang serta warna yang berlainan. Tebu termasuk tanaman
berbiji tunggal. Tinggi tumbuhan tebu berkisar 2 – 4 meter. Batang pohon tebu
terdiri dari banyak ruas yang setiap ruasnya dibatasi oleh buku-buku sebagai
tempat duduknya daun. Bentuk daun tebu berwujud helaian dengan pelepah. Panjang
daun mencapai 1 – 2 meter dan lebar 4 – 8 centimeter dengan permukaan kasar dan
berbulu. Batang tebu rasanya manis menyegarkan karena mengandung air gula yang
berkadar sampai 20 % (Harmanto, 2007).
Pembanguan pertanian
tidak hanya ditujukan untuk memantapkan swasembada pangan saja, tetapi juga
mencakup usaha-usaha peningkatan produksi pangan mencakup kebutuhan pokok lain diantaranya
kebutuhan akan gula. Dari beberapa media masa diberitakan bahawa kebutuhan gula
masih dipasok dari gula impor, karena produksi tebu sebagai bahan baku gula
belum mencukupi. Evaluasi diperlukan untuk mencapai sasaran yang dimaksud. Dalam
evaluasi lahan dikenal adanya suatu sistem klasifikasi yaitu klasifikasi kemampuan
lahan yang dilakukan untuk menilai faktor-faktor yang menentukan daya guna
lahan kemudian mengelompokkan penggunaan lahan sesuai dengan sifat yang
dimilikinya. Dalam klasifikasi kemampuan lahan yang dinilai hanyalah
faktor-faktor pembatas lahan (Widianto dalam Arifin, 2003).
Industri gula kita
sedang mengalami masalah besar, bahkan berada di ambang kematian. Produksinya
berkurang karena rendahnya pasokan tebu dari petani. Kondisinya semakin
memprihatinkan karena diberondong oleh gula selundupan dan gula impor. Turunnya
produktivitas tebu dari petani diyakini disebabkan oleh peralihan penanaman
tebu dari lahan basah ke lahan kering. Jika tahun 1930an, produksi rata- rata
petani tebu Indonesia 13 ton hablur per hektar. Sekarang produksi di lahan
kering rata- rata hanya 3 hingga 4 ton hablur per hektar. Penyebab utama
turunnya produksi tebu petani adalah mutu bibit yang buruk. Oleh karena
pengetahuan dan kemampuan yang terbatas, petani tidak mengganti bibit yang
ditanam dengan varietas yang lebih baik. Cara ini beresiko besar terhadap
penyakit yang dapat menurunkan produksi hingga 30% (Abdurrahman, 2008).
Ada beberapa hal yang
diduga menjadi penyebab menurunnya produktivitas tanaman tebu. Pertama, adalah
permasalahan pada penggunaan bibit, seperti bibit tebu yang digunakan petani
selama ini kurang bermutu, sebagai akibat dari penurunan kualitas genetik.Di
lain pihak, penyebaran temuan (hasil riset) tentang bibit bermutu ke petani
yang masih kurang optimal. Kedua, penerapan teknik keprasan (tebu dibiarkan
tumbuh dari sisa batang yang telah dipanen) oleh petani yang berlebihan.
Pengembangan bibit unggul akan menjadi salah satu faktor pendorong bagi
peningkatan produktivitas tebu dan gula di kalangan petani dan di Indonesia.
Pengkajian pembibitan ini merupakan perbaikan dari pola yang biasa dilakukan
petani, dengan penerapan standar pembibitan dalam teknik pengolahan lahan,
pengaturan pola drainase yang baik, penerapan pupuk tepat dosis dan waktu,
penggunaan varietas murni hasil pemuliaan, pemeliharaan secara intensif, serta
pencegahan dan penanggulangan hama dan patogen pada tebu (Iskandar, 2005).
Hingga saat ini pusat
Penelitian telah menghasilkan berbagai macam varietas unggul seperti PS851,
PS862, PS863, PS864, PSBM901, PS921, Bululawang, PSCO902, PSJT941, Kidang Kencana,
PS865, PS881, PS882 dan varietas Kentung yang merupakan varietas-varietas
unggulan dengan kategori pengelompokan masak awal, masak tengah dan masak akhir
sebagai salah satu penerapan manajemen pembibitan untuk menyelaraskan
pelaksanaan tertib tanam dan panen (Widodo Lamto, dkk. 2003).
Varietas tebu yang
muncul kebanyakan harus diimbangi dengan berbagai ilmiah mengenai karakter dan
karakteristik masing-masing varietas tersebut. karena setiap varietas akan
memerlukan perlakuan yang berbeda untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan
baik. Sehingga selain dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas maupun
kuantitas produksi gula. Hal tersebut juga dapat membuktikan taksonomi yang
memperkaya keanekaragaman hayati di Indonesia (Prabawanti YW, Hamidah, dan Soedarti
T. 2012).
Berdasarkan
karakteristik Daunnya, daun tebu
merupakan daun tidak lengkap, yang
terdiri dari helai daun dan pelepah daun
saja, sedang tangkai daunnya tidak
ada. Diantara pelepah daun dan
helai daun bagian sisi luar terdapat sendi segitiga daun, sedang pada bagian
sisi dalamnya terdapat lidah daun. Yang
perlu diperhatikan dalam
mempelajari tanda pengenal
yang terdapat pada daun ialah pelepah daun dengan bagian-bagiannya
terutama bulu-bulu bidang punggung dan telinga dalam (Indrawanto, 2010).
Sebelum penyakit sereh
timbul dan menyerang tanaman tebu, varietas tebu yang banyak ditanam adalah
tebu cirebon hitam dan tebu jepara putih. Tetapi setelah penyakit sereh
menyerang hebat, Balai Penelitian Tebu pada waktu itu berusaha mencari varietas
tahan dengan membuat persilangan antara varietas liar Saccharum spontaneum dan varietas yang sudah dibudidayakan yaitu
Saccharum officinarum. Tebu liar S. Spontaneum mempunyaibatang yang keras dan banyak
rumpun, sedangkan tebu S. Officinarum mempunyai rasa manis. Dari persilangan
dua varietas tersebut diperoleh di antaranya yang menonjolaalh POJ-2878.
Varietas ini mampu menaikkan produksi gula negara sampai kira- kira 25%
(Mangoendidjojo, 2003).
Dari proses pembuatan
tebu akan dihasilkan gula 5%, ampas tebu 90% dan sisanya berupa tetes ( molase)
dan air. Karena sari tebu tidak bisa diolah menjadi gula semuanya, maka tebu
pun diolah menjadi pakan ternak dan alkohol. Selain itu tsanaman tebu (Sacharum
officanarum L) merupakan tanaman perkebunan semusim yang mempunyai sifat
tersendiri, sebab di dalam batangnya terdapat zat gula. Tebu termasuk keluarga
rumput- rumputan ( Gramineae) seperti
halnya padi, jagung glagah, bambu dan lain- lain. Daun tebu ini bisa digunakan
sebagai bahan bakar untuk memesak. Karena daun tebu kering cepat panas,
pembakarannya setara dengan minyak tanah (Comic, 2010).
dapusnya dicantumin dong
BalasHapus